Pantau Banten – Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Banten menghitung potensi kerugian masyarakat dari laporan atau pengaduan yang diterima sepanjang tahun 2022 sebesar 53, 5 miliar rupiah. Demikian diungkap Kepala Perwakilan Ombusdman Banten Fadli Afriadi dalam konferensi pers hasil Pengawasan Pelayanan Publik dan Penyelamatan Kerugian Masyarakat dari Maladministrasi Tahun 2022 di kantor Ombudsman Banten, Lontarbaru, Kota Serang. Kamis (26/1/2023).
Dari 115 laporan atau pengaduan masyarakat yang diselesaikan pada tahun 2022, Ombudsman Banten mencatatat tidak kurang dari 7,9 miliar rupiah kerugian masyarakat yang berhasil terselematkan.
“Terbesar dari sektor agraria/pertanahan sebanyak 4,5 miliar rupiah. Disusul ketenagakerjaan 1,7 miliar rupiah. Sisanya, dari laporan terkait kepegawaian, pajak, perizinan, dan lain lain,” ujar Fadli.
Lanjut Fadli, hingga awal Januari 2023, Ombudsman Banten masih menindaklanjuti 77 laporan/pengaduan. Dari laporan yang masih berproses, Ombudsman memperkirakan potensi kerugian masyarakat akibat maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik sebesar 45,6 miliar rupiah.
“Masyarakat berpotensi dirugikan karena maladministrasi atau pelayanan publik yang tidak memenuhi asas, norma, dan prosedur yang berlaku. Secara faktual, hasil kalkulasi tim Ombudsman Banten miliaran rupiah berhasil kita pulihkan atau batal menjadi kerugian masyarakat setelah hak layanannya diberikan sesuai ketentuan,”Ujar Fadli.
Tahun ini merupakan pertama kalinya Ombudsman mempublikasikan potensi dan penyelamatan kerugian masyarakat. Penghitungan (valuasi) kerugian masyarakat menurut Fadli didasarkan pada Pasal 1 angka 3 Undang-Undang 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia dan Pasal 42 ayat (3) Pasal 48 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Fadli berharap penyelenggara layanan, baik instansi pemerintah daerah, BUMN, BUMD, maupun instansi vertikal di wilayah Banten memahami dampak akibat pelayanan publik yang buruk bagi masyarakat. Sehingga bisa lebih cermat dan berkomitmen untuk terus melakukan perbaikan layanan. “Kerugian keuangan tidak hanya terjadi kepada negara akibat tata kelola pemerintahan yang buruk. Masyarakat juga bisa dirugikan secara langsung akibat layanan yang kurang baik,”Tegas Fadli.
Ombudsman juga memberikan apresiasi kepada penyelenggara layanan, baik instansi daerah juga vertikal, yang telah responsif meningkatkan maupun mengkoreksi layanan sesuai ketentuan sehingga dapat bersama-sama menyelamatkan kerugian masyarakat. “Kami memandang sinergi ini penting dan akan terus kami perkuat demi layanan kepada masyarakat yang lebih baik,”Kata Fadli.
Ombudsman Banten pada tahun 2022 menerima 527 keluhan pelayanan publik melalui berbagai kanal pengaduan. Setelah melalui verifikasi formil dan materil, 100 laporan ditindaklanjuti dengan tahapan pemeriksaan dan 74% telah diselesaikan dengan 61% diantaranya disimpulkan telah terjadi maladministrasi.
Substansi laporan terdiri dari pertanahan/agraria (28%), Pendidikan (12%), Layanan Hak Sipil dan Politik (9%), Ketenagakerjaan (6%), Administrasi Kependudukan (6%), dan sisanya layanan desa, kepegawaian, kepolisian, perumahan dan permukiman, pajak, air, perizinan, jaminan sosial, kesehatan, lingkungan hidup, perbankan, kedaruratan, kesejahteraan sosial, koperasi, pengadaan, dan perdagangan.
Berdasarkan catatan Ombudsman Banten, di tahun 2022 bentuk maladministrasi paling banyak (41%) Tidak Memberikan Layanan (tidak ada tanggapan/respon terhadap permohonan layanan). Kemudian Penundaan Berlarut (29%), Penyimpangan Prosedur (15%), dan Ketidakkompetenan (11%), Penyalahgunaan Wewenang (2%), Permintaan Imbalan Uang, Barang, dan Jasa (2%), serta bentuk Maladministrasi lainnya (14%).
Sementara kluster instansi yang paling banyak dilaporkan ke Ombudsman Banten tahun 2022 adalah Kementerian ATR/BPN (23%), Pemerintah Provinsi Banten (14%), Pemerintah Kabupaten Serang (10%), Pemerintah Kabupaten Tangerang (8%), Pemerintah Kabupaten Pandeglang (7%), Pemerintah Kota Serang (6%), Pemerintah Kota Tangsel (5%), Pemerintah Kota Tangerang (5%), Pemerintah Kabupaten Lebak (4%), POLRI (4%), BUMD (3%), BUMN (3%), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (3%), Pemerintah Kota Cilegon (2%), sisanya BPJS Kesehatan dan Kementerian Keuangan. (*Aji)