Pantau Lebak – Mnindaklanjuti polemik pembangunan Ruang tunggu Pasien di Rumah Sakit (RS) Kartini yang terletak di Kelurahan Cijoro Lebak, Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Banten.
Dimana bangunan tersebut menuai protes dari bebagai kalangan aktivis, karena diduga melanggar aturan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Nomor 28 PRT Tahun 2015 tentang Sempadan sungai dan Sempadan Danau dijawab oleh Dinas PUPR Lebak melalui Bidang Sumber Daya Air (SDA) Kabupaten Lebak, dan Lurah Cijoro Lebak.
Menurut Kepala Bidang Sumber Daya Air Kabupaten Lebak H. Dade mengatakan, terkait pembangunan ruang tunggu pasien di Rumah Sakit Kartini yang diduga membangun di Sempadan Sungai itu bukanlah kewenangannya dalam memberikan ijin.
” Kalaupun kewenagan itu ada di saya, saya akan selektip memeriksa asal usul tanahnya darimana. Kemudian, apakah pihak kelurahan setempat sudah mengeluarkan izin lingkungan atau belum, kemudian sudah sejauh mana Rekomendasi dari pak Camat. Pokoknya tugas Sumber Daya Air hanya melakukan Normalisasi dari tidak meratanya alur sungai. Namun, setelah dilakukan Normalisasi Allhamdulilah hingga saat ini tidak terdengar lagi keluhan karena banjir,” kata H. Dade, Kamis (9/3/2023).
Ditempat terpisah, Lurah Cijoro Lebak Iksan Hakim ketika ditemui Media diruang kerjanya mengatakan, terkait bangunan ruang tunggu di Rumah Sakit Kartini dirinya mengaku tidak pernah mengeluarkan Izin lingkungan dan tidak pernah menandatangani surat yang berhubungan dengan bangunan ruang tunggu pasien.
” Namun, terkait bantuan CSR yang digelontorkan Rumah Sakit Kartini momenya tidak bersamaan dengan anggaran Normalisasi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Lebak. Kalau tidak salah, CSR dari Rumah Sakit itu pada tahun 2014, sementara Normalisasi anggaran dari APBD itu tahun 2018,” katanya.
Berita Sebelumnya
Ketua Umum Aktivis Cendiakawan Nusantara (ACN) Juanda menyoroti bangunan ruang tunggu di Rumah Sakit Kartini yang diduga dibangun di Sempadan Sungai, tepatnya di Kelurahan Cijoro Lebak, Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Banten. Ia juga menyoroti setatus tanah di atas bangunan tersebut juga perijinannya.
” Ini yang harus di pertanyakan, bagaiaman dengan setatus tanahnya. Karena biasanya, jika tanah tersebut sangat dekat dengan Sempadan Sungai itu biasanya tanah milik Negara, dan jika tanah tersebut milik Negara Tentu tidak boleh di sewakan apalagi di berikan ijin. Jika itu tanah Negara itu melabrak aturan,” tegas Ketua Umum ACN Juanda pada awak media, Kamis (8/3/2023).
Menurut Juanda, ia mengaku heran, beberapa kali membaca pemberitaan hasil investigasi dan wawancara para awak media Online, kata dia, hasil analisanya terkait wawancara tersebut kepada Kepala Dinas hingga awak media konfirmasi kepada Kepala Bidang tersebut, itu dinilainya bahwa pihak-pihak terakit saling lempar.
” Kalau menurut kami itu sih terkesan saling lempar jawaban tuh. Kami juga akan mengerahkan tim untuk investigasi soal status tanah tersebut. Jika tanah itu adalah tanah Negara, maka siap siap saja yang memberikan ijin dan oknum yang menyewakannya,” tegas Juanda.
Juanda mengatakan, sorotan dan pernyataannya terkait bangunan di Rumah Sakit Kartini ini adalah sebuah keperdulian ACN terhadap Lingkungan di Kabupaten Lebak.
” Ini adalah bentuk kasih sayang kami dan keperdulian kami terhadap bumi tercinta kami yakni Kabupaten Lebak. Jika lingkungan tersebut dirusak, kemudian dikhawatirkan ada penyempitan Sempadan Sungai, pasti banyak masyarakat yang dirugikan jika terjadi banjir. Untuk itu, tolonglah kepada pihak pihak terkait untuk taat aturan,” kata Juanda.
Ketua Umum ACN Juanda juga menyoroti Penedak Perda (Satpol PP) Lebak yang memberikan pernyatan bahwa menunggu intruksi PUPR, dengan dalih karena itu adalah peraturan Kementrian PUPR.
” Nah, disini saya bingung maksud pernyataan Satpol PP Lebak terkait menunggu intruksi pihak PUPR, terus bagaimana dengan Peraturan Daerah tentang Penegakan Perda. Disini saya bingung menelaahnya, apakah Penegakan Perda itu harus menunggu intruksi, bukan kah seharusnya peraturan itu dilaksanakan selaku pelaksana peraturan, kita akan kaji itu lebih mendalam,” tegas Juanda.
Pernyataan Satpol PP Lebak
Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Lebak mengaku, terkait desakan aktivis Semar untuk membongkar bangunan di Rumah Sakit (RS) Kartini tepatnya di Kelurahan Cijoro Lebak, Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Banten, karena diduga membangun di Sempadan Sungai, pihaknya menunggu intruksi Dinas PUPR Kabupaten Lebak.
Kasat Pol PP Lebak Dartim ketika dikonfirmasi terkait bangunan di RS Kartini yang dibangun di Sempadan Sungai, pihaknya tidak memberikan jawaban. Namun pesan yang dikirim Centang dua.
Awak media kembali berupaya konfirmasi kepada Kepala Seksi (Kasi) Operasi dan Penindakan (Opdal) Dinas Satpol PP Lebak terkait bangunan di RS misi tersebut, Anna Wahyudin memberikan saran agar awak media konfirmasi kepada Kasi Penyelidikan dan Penyidikan Satpol PP Lebak Wahyudin.
Awak media kembali berupaya konfirmasi kepada Kasi Penyelidikan dan Penyidikan Satpol PP Lebak Wahyudin mengatakan, bahwa aturan bangunan di Sempadan sungai tersebut adalah aturan dari Kementrian PUPR, untuk itu, untuk penindakan bangunan di RS Kartini tersebut pihaknya menunggu intruksi dari Dinas PUPR.
” Itukan aturan dari PUPR, coba konfirmasi dulu ke pihak PUPR, nanti pihak PUPR memberikan rujukan kepada kita apa yang harus kita perbuat sebagai penegak Perda, begitu,” kata Kasi Penyelidikan dan Penyidikan Satpol PP Lebak Wahyudin, Senin (7/3/2023).
Berita Sebelumya
Aktivis Serikat Mahasiswa Aspirasi Rakyat (Semar) mendesak penegak Perda (Satuan Polisi Pamong Praja ) Satpol PP Lebak untuk membongkar bangunan ruang tunggu di Rumah Sakit Misi karena diduga membangun sangat dekat dengan badan sungai.
Aktivis Semar mengaku khawatir dampak akibat bangunan ruang tunggu di Rumah Sakit Kartini tersebut menjadi penyebab banjir disaat musim penghujan turun, karena dinilai penyempitan sempadan sungai.
” Pertama, bangunan tersebut diduga melanggar Peraturan Kementrian PUPR tentang batasan sempadan sungai atau danau. Kemudian, kami khawatir bangunan itu juga nanti menjadi penyebab adanya banjir di wilayah tersebut karena penyempitan wilayah sungai. Untuk itu, dengan tegas kami mendesak Pol PP sebagai penegak pera tindak tegas bangunan tersebut dan segera di bongkar,” tegas Ketua Umum Semar Muhamad Apud, Jumat (3/3/2023).
Muhamad Apud juga mengaku akan menyurati semua aktvis Lingkungan Hidup diseluruh daerah terkait adanya bangunan yang berada di sepadan sungai tersebut. Disitu, kata ia, semua akan dikaji, baik secara pelanggaran perdata maupun pidananya.
” Kami juga dalam waktu dekat akan menyurati aktivis lingkungan hidup yang ada di Banten. Kita akan kaji secara menyeluruh, apakah ada unsur pidana maupun secara perdatanya. Kita akan turunkan pakarnya,” tegas Apud.
Apud berharap pemerintah Kabupaten Lebak juga pihak-pihak terkait sepakat dengan keperdulian lingkungan disekitar termasuk badan sungai. Karena, kata dia, dampak aliran sungai bisa menyebabkan banjir sehingga merugikan masyarakat.
” Semoga keritikan ini bisa membuka semuanya agar dapat menjaga satu sama lain. Komentar ini juga sebagai salah satu upaya dan bentuk keperdulian kami terhadap daerah Kabupaten Lebak,” katanya.
Lanjut Apud juga meminta agar pihak RS Kartini taat terhadap aturan yang ada. Sehingga, imej kesehatan di Kabupaten Lebak dapat terjaga, baik secara tata lingkungan maupun pelayanan.
” Kami harap pihak RS Kartini dapat mentaati aturan yang sudah di tetapkan. Jangan sampai persoalan ini menjadi polemik berkepanjangan sehingga menjadi kekhawatiran masyarakat,” tandasnya.
Harus diketauhi, dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 16 Tahun 2018, Satpol PP adalah perangkat daerah yang dibentuk untuk menegakkan Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah, menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman serta menyelenggarakan pelindungan masyarakat.
Pernyataan Kepala Kelurahan Cijoro Lebak
Bangunan yang diduga Ruang Tunggu Pasien di Rumah Sakit (RS) Kartini, Kabupaten Lebak, Banten yang dibangun berjarak satu meter di bibir sungai, tepatnya di Kelurahan Cijoro Lebak, Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Banten mulai terkuak. Hal tersebut, menyusul pernyataan Kepala Kelurahan Cijoro Lebak Ikhsan Hakim yang mengaku belum pernah menandatangai ijin pembangunan ruang tunggu tersebut.
” Ada juga dulu sekitar tahun 2018, bangunan itu untuk parkir motor dan mobil. Jika sekarang ada pembangunan ruang tunggu pasien saya tidak tahu,” kata Lurah Cijoro Lebak Ikhsan Hakim, Rabu (1/3/2023).
Ikshan menjelaskan, setahu dia pembangunan tambahan yang di ajukan tersebut adalah untuk tempat parkir sekaligus untuk normalisasi Kali Cijoro. Lantaran, kata ia, bila musim penghujan selalu terjadi banjir.
” Sementara saat itu, ditunjuk sebagai pelaksana Normalisasi Kali Cijoro adalah Dinas Sumber daya Air dengan anggaran CSR dari Rumah Sakit Kartini,” katanya.
Lanjut Ikhsan, sementara terkait Bangunan Ruang tunggu pasien Rumah Sakit Kartini yang menjadi polemik karena menempel dengan bibir sungai, ia mengaku tidak mengetahuinya.
” Untuk bangunan ruang tunggu yang menempel dengan bibir sungai saya sebagai lurah Cijoro Lebak tidak tahu menahu,” katanya.
” Saya tidak pernah menandatangani atau mengeluarkan surat ijin lingkungan untuk pembangunan ruang tunggu pasen RS Kartini,” tegas Lurah.
Pernyataan Dinas Lingkungan Hidup
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Lebak Iwan Sutikno menyampaikan bahwa pihaknya belum bisa memberikan keterangan terkait adanya bangunan ruang tunggu di Rumah Sakit Kartini yang dibangun di Sempadan Sungai tersebut. Pihaknya mengaku harus melihat keberadaan dokumen lingkungannya terlebih dahulu.
” Walaikum salam, tuk sementara kita belum bisa berkomentar, kita harus liat dulu dari dokumen lingkungan yang dimilikinya,” kata Iwan Sutikno.
Ketika ditanya apakah bangunan tersebut wajib memiliki dokumen lingkungan, kata Iwan Sutikno, setiap kegiatan atau usaha memiliki dokumen lingkungan, baik bangunan baru atau lama ada uraian di dalam dokumen.
” Maksud saya kan setiap kegiatan atau usaha memiliki dokumen lingkungan, nah, apakah itu bangunan baru atau lama tentunya ada uraian di dalam dokumen,” katanya.
Kepala Dinas juga menyarankan awak media untuk konfirmasi kepada Kepala Bidang Tata Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Lebak.
” Tuk lebih jelasnya silahkan koordinasi secara teknis ke pak Kabid Dasep,” katanya.
Sementara itu, Kepala Bidang Tata Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Lebak Dasep Novian mengatakan dari sisi proses ijin lingkungan itu berfokus pada pengelolaan lingkungannya. Namun, dari sisi bangunannya itu ada pada dinas teknis.
” Kalau lingkungan dari sisi Proses pengelolaan lingkungannya saja. Artinya, dasar aturannya nanti mengikuti ketentuan aturan teknis, kalau misalkan menurut PUPR ada batasannya, maka kita pun mengikuti batasan batasan yang di sampaikan Dinas teknis,” kata Dasep.
Menurut Dasep, Dinas Teknis yang mengetahui batas bangunan tersebut yaitu Dinas Sumber Daya Air (SDA). Sementara Dinas Lingkungan Hidup hanya mengawasi terkait ijin lingkungan dan kegiatan lingkungannya.
” Misalnya, sebelum mereka membangun bangunan tersebut harus ada ijin lingkungannya, sesuai dengan peraturan yang baru PP 22 Tahun 2021, dan Dinas Lingkungan Hidup tentu mengawasi. Jadi kedepanya itu, pihak terkait tidak boleh membuang limbahnya sembarangan, tidak boleh mebuang sampah ke sungai dan harus juga ada tempat sampahnya,” ujarnya.
Dasep juga menjelaskan pada perinsipnya sebelum adanya kegitan pembangunan itu harus memiliki ijin atau dokumen lingkungan.
” Jadi pada perinsipnya sebelum ada kegiatan baru, dan bangunan tersebut diluar apa yang sudah diajukan dulu, maka mereka harus merubah dokumen lingkungannya atau mengajukan dokumen lingkungan yang baru. Ketika tidak sama dengan dokumen lama, atau tidak sesuai dengan maksud awal maka dia harus mengajukan dokumen baru atau melakukan perubahan dokumen,” tegasnya.
Namun, kata Dasep, yang dapat memastikan itu pertama dari pihak RS Kartini sendiri dan juga dapat dari hasil pengawasan Dinas Lingkungan Hidup.
” Bisa dari pihak terkaitnya, tetapi bisa juga dari hasil pengawasan, misalnya itu bangunan belum masuk ke dokumen lingkungan atau membuat ijin dokumen lingkungan, dan itu adanya di bagian pengawasan DLH,” terang Dasep Novian.
Sementara itu, Kepala Bidang Pengawasan Dinas Lingkungan Hidup Pemkab Lebak Ivan Gura Ginting ketika dikonfirmasi terkait hal tersebut, pihaknya mengaku belum bisa memberikan jawaban.
” Saya belum bisa memberikan jawaban sebelum klarifikasi, pengecekan lapangan dan konsultasi dengan OPD terkait,” katanya.
Sementara itu ketika dikonfirmasi pada Jumat (24/2/2023) Direktur Rumah Sakit Kartini drg. Hj. Meutia Elda ketika di konfirmasi terkait hal tersebut, pihaknya belum memberikan jawaban. Padahal pesan yang kirim centang dua.
Untuk diketahui, Peraturan kementrian PUPR Nomor 28 PRT Tahun 2015 tentang penehapan garis sepadan sungai dan garis sepadan danau bahwa, untuk jarak sempadan sungai besar itu harus berjarak 100 meter dari bangunan. Sementara, untuk jarak sungai yang kecil aturanya minimal 50 meter. (*Welly/Red)