Home Kabupaten Lebak Disbudpar Lebak Ikuti Diskusi Perbup Lebak Nomor 435 2022

Disbudpar Lebak Ikuti Diskusi Perbup Lebak Nomor 435 2022

by Redaksi Pantaubanten

Pantau Lebak – Pada Kamis-25 Januari 2024 di pendopo Museum Multatuli, berlangsung kegiatan diskusi mengenai Peraturan Bupati Lebak No. 435 Tahun 2022 tentang Pemajuan Kebudayaan Daerah Kabupaten Lebak.

Dalam kegiatan ini turut hadir pelaku seniman, budayawan, wartawan, pegiat literasi, dan Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Kab. Lebak, di samping juga pemangku kepentingan—dalam hal ini Dinas Kebudayaan & Pariwisata Kab. Lebak. Kegiatan ini merupakan lanjutan dari diskusi yang diadakan di Sanggar Guriang pada Desember 2023.

Sebelum diskusi dimulai, dilakukan penyerahan simbolik akta legalitas untuk 5 sanggar (Gentra Budaya Sobang, Dzikir Beluk Saman Janaka, Pusaka Mekar Padesan, Galuraluhung, dan Kelompok Penyanyi Jalanan Lebak) tahun anggaran 2023. Ini merupakan tahun kedua bantuan legalitas yang dianggarkan oleh Disbudpar Lebak. Di tahun sebelumnya 2022 ada 10 sanggar yang telah mendapat legalitas hukum.

Penjelasan 4 Pembicara Acara diskusi menghadirkan empat pembicara: Imam Rismahayadin (Kepala Disbudpar Lebak), Lita Rahmiyati (Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan wilayah VIII) Wawan Sukmara (Budayawan) dan Luli Agustina (Sekretaris Disbudpar Lebak).

Dalam Pembahasannya, Kepala Disbudpar Lebak Imam Rismahayadin menjelaskan Perbup yang terdiri dari 11 bab dan 28 pasal ini merupakan tindak lanjut atas pasal 49 UU No. 5 Th. 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Pemerintah daerah sesuai dengan wilayah administratifnya, berwenang merumuskan dan menetapkan kebijakan pemajuan kebudayaan. Latar belakang munculnya Perbup 435 juga didasarkan pada kekosongan regulasi, khususnya di tingkat kabupaten maupun provinsi.

Maka dari itu, Imam lebih jauh memaparkan gambaran Perbup 435 hampir sama dengan UU No. 5 Th. 2017 dan diharapkan menjadi payung hukum di Lebak dalam melaksanakan berbagai kegiatan kebudayaan. Sebelumnya kegiatan yang berhubungan dengan kebudayaan selalu menginduk pada pariwisata karena regulasinya belum ada.

Baca Juga  PKN Minta Kejari Lebak Segera Tindaklanjut Laporan Dugaan Korupsi di 12 Desa di Kecamatan Warunggung

Lebih lanjut, Luli memaparkan ruang lingkup Perbup No. 435 Th. 2022 meliputi upaya pelindungan, pengembangan, pemanfaatan, pembinaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi, penghargaan, dan pendanaan. Dalam konteks di bidang pelindungan, Perbup 435 mengamanatkan pembentukan tim pemajuan kebudayaan, yang di dalamnya meliputi unsur pemerintah daerah, pelaku kebudayaan, akademisi, media, dan dunia usaha.

Tim sebagaimana diamanatkan Perbup 435 setidaknya bertugas Melakukan penelitian di bidang pengembangan kemajuan kebudayaan; Menjalin kerja sama dengan instansi kebudayaan;
Bersama pemerintah daerah melaksanakan peningkatan SDM kebudayaan : Memberikan pertimbangan dan masukan kepada pemerintah daerah dalam penyusunan kebijakan pengembangan pemajuan kebudayaan.

Selain dibentuknya Tim Pemajuan Kebudayaan, Sekdis Budpar mengungkapkan Perbup 435 ini merupakan usaha Pemkab Lebak dalam melaksanakan tiga kebijakan dalam pembangunan kebudayaan, yaitu:
Prinsip pengarusutamaan (internalisasi), di mana pembangunan kebudayaan Lebak harus berdasarkan pada kearifan lokal;
Melibatkan peran serta masyarakat. Di sini Pemkab Lebak akan menjadi fasilitator karena semestinya dalam pembangunan, masyarakat perlu didengarkan dan ikut andil dalam pemajuan kebudayaan; Mencoba membangun ekosistem budaya, yang artinya menghidupkan khazanah budaya yang ada di masing-masing kecamatan.

Pemaparan berbeda diterangkan oleh Lita. Sebagai Kepala BPK Wilayah VIII, ia memberikan informasi bahwa Provinsi Banten menjadi salah satu dari lima provinsi yang nilai PPKD-nya (Pokok- pokok Pikiran Kebudayaan Daerah) terendah.

Dalam pembangunan kebudayaan, PPKD menjadi salah satu kunci dalam mengonsepkan RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah). Selain itu, seharusnya UU No. 5 Th. 2017 yang berasal dari pusat diturunkan terlebih dahulu di tingkat provinsi, baru implementasinya di tingkat kabupaten/kota.

Oleh karena itu, Lita mengapresiasi langkah inisiatif Pemkab Lebak untuk membentuk payung hukum melalui Perbup 435. Setelah pemaparan Lita, Wawan Sukmara mencoba merefleksikan Perbup 435 ini. Ia mengajukan pertanyaan kepada hadirin : “Regulasi ini untuk siapa, apakah OPD terkait atau pelaku budaya dan seluruh masyarakat di Lebak?” Menurutnya, Perbup ini bisa menjadi pegangan dan berlaku untuk semua perangkat (tidak hanya Disbudpar) serta masyarakat di Lebak, khususnya yang berhubungan dengan kebudayaan. Di samping itu Wawan juga menyinggung konsep Tim Pemajuan Kebudayaan yang bisa difungsikan sebagai mitra pemerintah untuk memberikan saran dan masukan.

Baca Juga  Diduga Pengolahan Emas Tanpa ijin Gagah Beraktivitas, RPM Minta Kapolsek Cibeber Jangan Terkesan Tutup Mata

Terakhir, Wawan mengungkapkan, bila kebudayaan ingin menjadi salah satu nafas pembangunan di provinsi dan kabupaten, seharusnya dapat “dibunyikan” dalam RPJP (Rencana Pembangunan Jangka Panjang) 20 tahun. Selama ini, menurut Wawan, diskusi-diskusi kebudayaan tidak pernah masuk dalam RPJP, dan para pemangku kepentingan hanya memahami kebudayaan sebagai sarana kegiatan teknis saja, bukan sebagai makna filosofis.

Jalannya Diskusi: Pertanyaan & Tanggapan Banyak sekali pertanyaan yang dilontarkan hadirin dalam menanggapi munculnya Perbup 435 ini. Seperti yang diutarakan Dede Madjid (Guriang): “Ketika di Lebak sudah ada Perbup kebudayaan, bagaimana regulasi dan cara memakainya?”. Madjid juga menanggapi perlunya membuat peta arah, utamanya dalam pembangunan kebudayaan di Lebak. Selain itu Tono Soemarsono (wartawan senior Lebak) menanggapi diskusi ini untuk mendesak kepada teman-teman yang hadir membentuk Tim Pemajuan Kebudayaan seperti yang diamanatkan Perbup 435. Lebih lanjut Tono menjelaskan tim yang akan dibentuk dapat belajar dan meniru jalan kerja Komite Ekraf yang sudah terlebih dahulu dibentuk, setidak-tidaknya sebagai upaya menyuarakan permasalahan kebudayaan.

Imam sebagai kepala Disbudpar Lebak menanggapi pertanyaan Madjid, walaupun tidak menjawab secara spesifik. Menurutnya cara jalan kerja perbup 435, perlu diawali dengan pembentukan tim. Dengan adanya tim ini juga bisa membuat peta arah kebudayaan seperti yang diharapkan Madjid.

Lita menanggapi persoalan lain dan mengaitkannya dengan penggunaan Perbup 435. Aspek penguatan database kebudayaan perlu dijalankan untuk langkah selanjutnya, dan sifatnya harus dinamis/up-to-date. Dari sana bisa diketahui kekayaan budaya di Lebak dengan membuat visi bersama, di samping juga dapat mengetahui kebutuhan setiap komunitas budaya di Lebak. Lita juga berharap ketika sudah ada regulasi, dapat memudahkan kolaborasi di antara komunitas, pemangku kepentingan, dan lainnya.

Baca Juga  Viral, Mata Hukum Minta Kepolisian Segera Tangkap Pelaku Penyebab Anggota Satpol PP Lebak Meninggal Dunia

Di sesi kedua masih muncul pertanyaan seputar regulasi dan cara penggunaan Perbup 435. Jawabannya masih tetap sama dan ditegaskan oleh Luli : Pembentukan tim menjadi jalan tengah sebagai langkah awal. Di sisi lain, Uwan Rendi menyoroti ritme alam pikiran masyarakat Lebak yang tidak banyak menyinggung kebudayaan.

Ia bergumam seperti saat ini, di mana tahun politik sekarang tidak banyak caleg yang menjadikan kebudayaan sebagai ajang promosi untuk memperkenalkan dirinya. Rendi berkesimpulan dari telaahnya itu, kebudayaan bukan jadi barang “seksi” untuk didagangkan.

Hal itu juga serupa dengan yang diungkapkan perwakilan Apdesi Lebak. Suasana berkesenian bukan menjadi diskusi penting di desa-desa. Dirasakan secara sederhana dari penggunaan alokasi anggaran desa, yang lebih banyak pada pembangunan infrastruktur. Sangat sedikit dan bahkan tidak ada sama sekali anggaran itu dialokasikan untuk kegiatan kebudayaan, di samping juga tidak ada keberagaman (hanya seni itu-itu saja) menjadi perhatian lain. Perwakilan apdesi berharap pemerintah di tingkat kabupaten perlu banyak “main” ke desa-desa, dan jangan berfokus dalam pengembangan kebudayaan di kota-kota saja.

Kesepakatan setelah Diskusi Diskusi yang berlangsung kurang lebih 3 jam ini menyepakati untuk segera membentuk Tim Pemajuan Kebudayaan, selambat-lambatnya pada minggu pertama bulan Februari 2024.

You may also like

Leave a Comment