Home Nasional Bahaya, JMSI Sebut Ada 19-20 Pasal di RUU KUHP Ancam Kebebasan Kelompok Pers Jika Disahkan

Bahaya, JMSI Sebut Ada 19-20 Pasal di RUU KUHP Ancam Kebebasan Kelompok Pers Jika Disahkan

by Redaksi Pantaubanten

Pantau Jakarta – Pemerintah mengatakan, telah merampungkan Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Pidana (RKUHP) dalam waktu dekat. Pemerintah berharap, agar DPR segera mengesahkan RUU KHUP secepatnya.

Adanya RKUHP ini menuai polemik dari berbagai elemen masyarakat tanpa terkecuali dari Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI).

Ketua Bidang Organisasi Pengurus Pusat JMSI Dino Umahuk mengatakan, sejak awal JMSI dan keluarga masyarakat Pers mengkritik terkait RKUHP tersebut.

Dia menyebutkan ada ancaman kemerdekaan pers pada draf Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP).

Untuk itu, ia menjelaskan, JMSI menyatakan agar pasal-pasal yang berpotensi mengancam kemerdekaan pers, mengkriminalisasi karya jurnalistik, dan bertentangan dengan yang terkandung dalam UU Pers 40/1999 dihilangkan. Pasal 2 UU Pers 40/1999 berbunyi: Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.

“Freedom of press lahir karena kualitas pers yang baik. Mari kita sama-sama membuat pers kita lebih baik lagi, sehingga semakin memanfaat bagi masyarakat,” imbuh Umahuk.

Dino Menjelaskan, dalam konteks kebebasan berekspresi dan kemerdekaan pers, RUU KUHP menjadi ancaman bukan saja karena tetap dipertahankannya pasal haatzaai artikelen melainkan juga penetapan sejumlah pasal dengan menggunakan delik formal. Misalnya menyangkut ketentuan penyebaran kabar bohong dan berita tidak pasti; dengan pasal tersebut seorang wartawan bisa dihukum hanya karena dugaan “menyebarkan kabar yang diketahui akan menimbulkan keonaran”.

“Jika RUU ini disahkan, akan berdampak semakin dipenjarakannya wartawan yang kritis. Pasal-pasal dalam RUU KUHP tidak hanya mengancam pers tetapi juga kepada masyarakat yang sedang berunjuk rasa, pembicara diskusi, penceramah, ilmuwan, dan seniman,” tukasnya.

Dino menambahkan, adanya ketentuan pidana tambahan dalam RUU KUHP berupa pencabutan hak menjalankan profesi—yang memiliki kode etik–juga terasa berlebihan. Profesi jurnalis (sebagaimana pengacara, dokter, akuntan, dan sebagainya) dapat dicabut oleh negara, jika negara memandang terjadi pelanggaran profesi.

Baca Juga  Orasi Kebangsaan Sumpah Pemuda, Kapolri: Persatuan-Kesatuan Wujudkan Indonesia Emas 2045

“Padahal, semestinya pencabutan profesi merupakan domain organisasi profesi, bukan wilayah yang diatur oleh negara,” pungkasnya.

Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebut Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) akan segera disahkan menjadi Undang-Undang (UU) pada Desember 2022.

Nantinya, Mahfud akan melaporkan terlebih dahulu kepada Presiden Joko Widodo sebelum akhirnya disahkan melalui Rapat Paripurna di DPR RI.

Hal ini disampaikan Mahfud saat memberikan sambutan dalam seminar “Pembahasan Masukan Dewan Pers tentang RKUHP”, Rabu (16/11/2022).

“Dengan demikian, diharapkan sebelum masa sidang DPR ini berakhir pada bulan Desember mendatang, kita sudah punya KUHP baru yang menjadi revisi dari KUHP yang sudah berumur 200 tahun lebih, yang di negara asalnya sudah diganti, dan sudah 59 tahun kita bahas,” ujar Mahfud dalam keterangan tertulis, Rabu.

Mahfud menuturkan, sedianya RKUHP akan disahkan sebelum 17 Agustus 2022 sebagai hadiah peringatan kemerdekaan Indonesia.

Akan tetapi, ketika itu Presiden menginginkan supaya seluruh aspirasi masyarakat terkait RKUHP ditampung.

Untuk itu, kata dia, pemerintah pun menggelar dialog dan diskusi publik di 11 kota sesuai perintah Presiden untuk melibatkan dan memberi ruang bagi masyarakat terkait RKUHP.

“Saya sendiri hadir di sejumlah kota untuk membuka dan memberikan materi dan arahan pada dialog publik itu,” terang Mahfud.

Dalam perjalannya, Mahfud menyebut pembahasan RKUHP telah berlangsung puluhan tahun lamanya.

Ia menyebut tidak mungkin RKUHP baru akan disahkan dengan menunggu semua pihak sepakat.

Ia menegaskan bahwa demokrasi memberi hak memberikan pendapat semua kalangan. Namun, konstitusi juga menentukan proses pengambilan keputusan apabila proses agregasi atau pengumpulan tidak bulat.

“Hukum adalah produk resultante, produk rakyat dan pemerintahnya. Suara-suara kelompok masyarakat, termasuk Dewan Pers juga sudah didengar,” terang dia.

Baca Juga  Kerap Bersinggungan Kasus Korupsi, MAKI Desak Jokowi Batalkan Penunjukan Heru Budi Jadi Pj Gubernur DKI

Di samping itu, Mahfud menuturkan, pemerintah mengapresiasi berbagai elemen masyarakat yang menyampaikan masukan dan aspirasi, termasuk Dewan Pers terkait RKUHP.

Menurut Mahfud, pemerintah tidak hanya menampung 22 materi, tetapi 69 materi dan sudah diolah oleh tim di pemerintah.

Ia juga menyatakan bahwa pembahasan panjang RKUHP telah melibatkan berbagai lapisan masyarakat ini, mengakomodasi berbagai kepentingan, hingga berbagai aliran.

Menurutnya, masukan dari berbagai lapisan masyarakat tersebut juga telah dirajut menjadi satu dengan harapan segera menghasilkan KUHP yang baru.

“Yang merupakan agregasi yang luar biasa, titik temu dan penyatuan pandangan setelah berdiskusi selama 59 tahun terakhir,” imbuh dia. (*JMSI/Red)

You may also like