Pantau Lebak – Aktivis Banten Abidin memyoroti serius maraknya Stockpile batu bara di Pesisir Pantai di Kecamatan Cihara, Panggarangan, Kabupaten Lebak, Banten. Ia mendesak agar Polres Lebak Polda Banten bahkan Mabes Polri turun tangan melakukan pemeriksaan sejumlah tempat atau Stockpile yang diduga batu bara tersebut hasil penambangan liar.
“Kami mendesak agar Polres Lebak, Polda Banten bahkan Mabes Polri untuk turun langsung melakukan pemeriksaan terhadap stockpile di lokasi tersebut. Karena hasil pantauan kami dilapangan, batu bara tersebut diduga kuat hasil tambang liar dilahan perhutani atau lahan milik negara, dan itu jelas melanggar hukum harus segera ditindaktegas,”tegas Abidin pada awak media, Senin 12 Agustus 2024.
Lanjut Abidin, selain dugaan aktivitas penambangan liar batu bara ilegal, stockpile batu bara itu juga diduga berdampak mencemari lingkungan Sehingga mengahwatirkan dapat mengganggu kesehatan masyarakat sekitar maupun warga yang melintas di sekitar lokasi.
“Kami meminta agar segera ditindak tegas kasihan masyarakat yang kena dampak. Jangan sampai dugaan penambangan liar itu dibiarkan dan malah berdampak buruk baik terhadap lingkungan dikahwatirkan menganggu ekosistem darat, menimulkan longsor dan lain sebagainya. Untuk itu, kami dengan tegas meminta untuk segera diperiksa,”ujar Abidin.
Abidin juga mengaku akan segara melaporkan hasil investigasi di area Kecamatan Cihara dan Panggarangan ke Polres Lebak, Polda Banten bahkan bila perlu ke Mabes Polri.
“Dalam waktu dekat, hasil investigasi kami ini akan kami laporkan dan berikan bukti-bukti sesuai fakta dilapangan. Saya pun akan terus mengawal sampai pihak aparat penegak hukum turun ke lokasi stockpile batu bara diduga ilegal itu,” katanya.
Abidin juga membahas soal pelanggaran atau sanksi bagi para pelaku harus ditegaskan sesuai aturan perundang-undangan pertambangan tanpa Izin melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Untuk diketahui, penambangan Ilegal adalah perbuatan yang mengabaikan kewajiban-kewajiban, baik terhadap Negara maupun terhadap masyarakat sekitar.
“Karena mereka tidak berizin, tentu mengabaikan kewajiban-kewajiban yang menjadi tanggung jawab penambang sebagaimana mestinya. Mereka tidak tunduk kepada kewajiban sebagaimana pemegang IUP dan IUPK untuk menyusun program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat, termasuk juga pengalokasian dananya,”ujar Sunindyo.
Menghadapi PETI, pemerintah melakukan upaya penindakan dengan inventarisasi lokasi PETI, penataan wilayah pertambangan dan dukungan regulasi guna mendukung pertambangan berbasis rakyat, pendataan dan pemantauan oleh Inspektur Tambang, usulan penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) sesuai usulan Pemerintah Daerah, hingga upaya penegakan hukum.
Dari sisi regulasi, PETI melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pada pasal 158 UU tersebut, disebutkan bahwa orang yang melakukan penambangan tanpa izin dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000. Termasuk juga setiap orang yang memiliki IUP pada tahap eksplorasi, tetapi melakukan kegiatan operasi produksi, dipidana dengan pidana penjara diatur dalam pasal 160. (*DN/TIM/Red)